Studi Al-quran Nuzul Al-Quran dan Sejarah Pemeliharaan Al-Quran

Allah SWT telah menurunkan al-Qur’an sebagai satu mukjizat yang membuktikan kerasulan Nabi Muhammad SAW dan kewujudan Allah SWT dengan segala sifat-sifat kesempurnaannya. Membaca al-Qur’an serta menghayati dan mengamalkannya adalah satu ibadat. Al-Qur’an menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Al-Qur’an adalah “mashdar” yang diartikan dengan arti isim maf’ul, yaitu “maqru = yang dibaca.” Menurut istilah ahli agama (‘uruf Syara’), ialah “Nama bagi kalamulloh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w yang ditulis dalam mashaf”. Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab yang dipelajari, dibaca dengan berbagai macam lirik dan lagu serta diriwayatkan oleh banyak orang yang menurut adat mustahil mereka sepakat berbohong. Dengan demikian Al-Qur’an telah terpelihara keotentikannya, tidak ada satu surat, satu ayat atau satu huruf pun yang berubah dari redaksi aslinya sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., sampai sekarang. Meskipun semua kitab Al-Qur’an terbakar, ataupun hilang, ayat-ayat Al-Qur’an tidak akan ikut hilang karena redaksi Al-Quran telah dihafal oleh ribuan umat muslim di seluruh dunia. Al-Qur’an adalah sebuah keajaiban yang luar biasa yang diberikan Allah SWT., kepada Nabi-Nya yang mulia. Kemudian diteruskan kepada umat yang beriman untuk dijadikan pedoman yang abadi dalam kehidupan. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab umat Islam untuk senantiasa memelihara Al-Qur’an. 
Rumusan Masalah 
1. Apa yang dimaksud dengan Nuzul Al-Qur’an ? 
2. Apa saja Tahap dan Fase Nuzul Al-Qur’an ? 
3. Apa hikmah dari Nuzul Al-Qur’an 
4. Apa yang dimaksud dengan Pemeliharaan Al-Qur’an ? 
5. Bagaimana Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Rasulullhah, Sahabat, Tabi’in sampai dengan sekarang ?
A. Pengertian Nuzulul Qur’an 
Dari segi bahasa, perkataan ‘Nuzul’ berarti menetap di satu tempat atau turun dari tempat yang tinggi. Kata perbuatannya ‘nazala’ membawa maksud ‘dia telah turun’ atau ‘dia menjadi tetamu’. Pengertian Nuzulul Qur’an adalah ”Peristiwa diturunkannya wahyu Allah SWT (AL-Qur’an) kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril as secara bertahap”. 
B. Tahap dan Fase Nuzulul Qur’an 
        Tahap Pertama 
Tahap Pertama, Al-qur’an diturunkan / ditempatkan ke Lauh Mahfudh. Yakni, suatu tempat dimana manusia tidak bisa mengetahuinya secara definitif / pasti. Dalil yang mengisyaratkan bahwa Al-qur’an itu ditempatkan di Lauh mahfudh itu ialah keterangan Firman Allah SWT:
 بَلْ هُوَ قُرْءَانٌ مَّجِيْدٌ۞ فِيْ لَوْحٍ مَحْفُوْظٍ ۞ 
 ” Bahkan ( Yang didustakan mereka ) itu ialah al-Qur’an yang mulia yang tersimpan di lauh mahfudh.” ( QS. Al Buruj : 21 – 22 ) 
Tetapi mengenai sejak kapan Al-quran ditempatkan di Lauh mahfudh, dan bagaimana caranya adalah merupakan hal-hal ghaib tidak ada yang mampu yang mengetahuinya, selain dari Allah SWT, Dzat Yang Maha Mengetahui segala hal yang tersembunyi. Namun, mengenai bagaimana cara turunnya Al-qur’an itu ke lauh mahfudh dapat di sistematiskan secara sekaligus keseluruh al-Qur’an itu. 
Tahap Kedua 
Tahap kedua, Al-Qur’an turun dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah di Langit dunia.Jadi, setelah berada di Lauh Mahfudh, Kitab Al-Qur’an itu turun ke Baitul Izzah di Langit Dunia atau Langit terdekat dengan bumi ini. 
Tahap Ketiga
 Tahapan Ketiga, Al-Qur’an turun dari Baitul Izzah dilangit dunia langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Artinya, baik melalui perantaraan Malaikat Jibril, atau pun secara langsung ke dalam hati sanubari Nabi Muhammad SAW.[1] 
Peristiwa Nuzul al-Qur’an terjadi pada malam Jum’at, 17 Ramadhan, di Gua Hira tahun ke-41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an merupakan mukjizat yang paling besar yang dikurniakan kepada Nabi Muhammad SAW. Kita hendaklah beriman dan mempercayai isi kandungan al-Qur’an. Beriman dengan al-Qur’an merupakan salah satu dalam Rukun Iman. Sejarah al-Qur’an: Salah satu peristiwa agung dalam sejarah umat Islam ialah turunnya kitab suci al-Qur’an atau disebut Nuzul al-Qur’an. Peristiwa itu dikisahkan dalam Al-Qur’an. 
1. Hiknah Nuzul Al-Qur’an
a. Memantapkan hati
Nabi Ketika menyampaikan dakwah, Nabi sering berhadapan dengan penentang. Turunnya wahyu yang berangsur-angsur itu merupakan dorongan tersendiri bagi Nabi untuk terus menyampaikan dakwah. 
b. Menetang dan melemahkan para penetang Al-Qur’an
Nabi sering berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan sulityang dilontarkan orang-orang musyrik dengan tujuan melemahkan Nabi. Turunnya wahyu yang berangsur-angsur itu tidak sajamenjawan pertanyaan itu, bahkan menetang mereka untuk membuat sesuatu yang serupa dengan Al-Qur’an. Dan tidak ketika mereka tidak mampu memenuhi tantangan itu, hal itu sekaligus merupakan salah satu mukjizat Al-Qur’an.
c. Memudahkan untuk dihapal dan dipahami
Al-Qur’an pertama kali turun ditengah-tengah mayarakat Arab yang ummi,yakni yang tidak memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Turunnya wahyu seara berangsur-angsur memudahkan mereka untuk memahami dan menghapalkannya.
d. Mengikutu setiap kejadian (yang karenanya ayat-ayat Al-Qur’an) dan melakukan penahapan dalam penetapan syari’at.
e. Membuktikan dengan pasti bahwa Al-Qur’an turun dari Allah Yang Maha Bijaksana. Walaupun Al-Qur’an turun secara berangsur=angsur dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, secara keseluruhan , terdapat keserasian di antara satu bagian dengan bagian Al-Qur’an yang lainnya. Hal ini tentunya hanya dapat dilakukan Allah yang Maha Bikasana.[2] 
2. Pengertian Pemeliharaan Al-Qur’an 
Pemeliharaan Al-Qur’an terdiri atas dua kata yaitu pemeliharaan dan Al-Qur’an. Pemeliharaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pembuatan, penjagaan dan perawatan. Sedangkan Al-Qur’an adalah : Kitab suci umat islam yang berisi firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk dan pedoman hidup umat manusia. Dari pengertian itu dapat dipahami bahwa yang dimaksud pemeliharaan Al-Qur’an adalah penjagaan kemurnian al-qur’an baik lafadz maupun maknanya mulai dari pertama kali al-qur’an diturunkan sampai masa sekarang dan yang akan dating. Sebenarnya pemeliharaan kemurnian al-qur’an adalah lewat pengumpulannya.[3] 
3. Pemeliharaan AlQur’an pada masa Rasulullah
Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW. dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu : 
a. Pemeliharaan Al-Qur’an dalam dada.
Pemeliharaan Al-Qur’an dalam dada sering juga disebut pengumpulan Al-Qur’an dalam arti hifzuhu atau menghafalnya dalam hati. kondisi masyarakat arab yang hidup pada masa turunnya Al-Qur’an adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis karena itu satu-satunya andalan mereka adalah hafalan, mereka juga dikenal sebagai masyarakat yang sederhana dan bersahaja. Kesederhanaan ini yang membuat mereka memiliki waktu luang yang cukup yang digunakan unrtuk menambah ketajaman pikiran dan hafalan. Masyarakat arab waktu itu sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan, mereka membuat ratusan ribu syair kemudian dihafalnya diluar kepala, mereka bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu tertentu. Akan tetapi ketika Al- Qur’an datang dengan langgam bahasa yang sangat memukau, pemberiataan gaib yang terbukti, isyarat ilmiah yang mantap serta keseimbangan bahasa yang jelas mampu mengalahkan syair-syairnya, sehingga mereka mengalihkan perhatian kepada kitab yang mulia ini dengan sepenuh hati menghafal ayat-ayat dan surat-suratnya, kemudian secara perlahan-lahan mereka meninggalkan syair-syairnya karena telah menemukan cahaya kehidupan dalam Al-Qur’an.
Al-Quran diturunkan kepada Nabi yang ummi, maka otomatis untuk memelihara apa yang yang diturunkannya kepadanya haruslah di hafal. Usaha keras Nabi Muhammad SAW., untuk menghafal Al-Qur’an terbukti setiap malam beliau membaca Al-Qur’an dalam shalat sebagai ibadah untuk merenungkan maknanya. Rasulullah sangat ingin segera menguasai Al-Qur’an yang diturunkan, kepadanya belum selesai Malaikat Jibril membacakan ayatnya, beliau sudah menggerakkan lidahnya untuk menghafal apa yang sedang diturunkan, karena takut apa yang turun itu terlewatkan sehingga Allah SWT., menurunkan firman-Nya sebagaimana yang terdapat dalam Q.S. al-Qiyamah (75) : 16-19 sebagai berikut:
 لا تحرك به لسا نك لتعجل به (١٦ إن علينا جمعه و قر ءا نه (١٧ فاء ذا قرءا نه فا تبع قر ءا نه (١٨ ثم إ ن علينا بيا نه(١٩ 
Terjemahnya : Janganlah kamu menggerakkan lidahmu untuk membaca Qur’an karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai mebacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian atas tanggungna kamilah penjelasannya. (Q.S. al-Qiyamah (75) : 16-19).[4] b. Pemeliharaan Al-Qur’an dengan tulisan.
Walaupun Nabi Muhammad SAW., dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Qur’an secara keseluruhan, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu Ilahi beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun Nabi Muhammad SAW., memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis. Rasulullah mengangkat beberapa orang penulis (kuttab) wahyu seperti Ali, Muawiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Ayat-ayat Al-Qur’an mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Sebagian sahabat ada juga sahabat yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi. Namun karena keterbatasan alat tulis dan kemanpuan sehingga tidak banyak yang melakukannya. Hal lain yang menjadi bukti bahwa Penulisan Al-Qur’an telah ada sejak zaman Rasulullah SAW. 
c. Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Sahabat 
1. Pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Abu Bakar Ketika Abu Bakar menjabat khalifah menggantikan Rasulullah setelah wafatnya, dia menghadapi beberapa kemelut, diantaranya yang terkenal adalah menghadapi orang murtad dimana mereka ingkar untuk membayat zakat. Menghadapi mereka tidak bisa tanggung-tanggung dan bahkan emghadapi mereka ini terpaksa dengan angkat senjata. Dalam menghadapi penduduk Yaman yang ingkat zakat itu perang tidak dapat dielakkan lagi. Peristiwa itu terjadi pada tahun 12 H. Akibat daripertempuran tersebut gugur 70 orang hafiz qur’an dari kalangan umat islam. Kejadian tersebut membuat Umaar khawatir akan kehilangan lebih banyak lagi dari kalanga qari dan huffaz,maka Umar membicarakan hal tersebut kepada khalifah Abu Bakar. Umarberharap agar khalifah memerintahkan umtuk mengumpulkan Al-Qur’an. Dengan alasan tersebut khalifah menyetujui usulan Umar itu. Menanggapi usulan tersebut maka Zaud bin Tsbit ditugaskan oleh Abu Bakar untuk mengumpulkan dan menulis Al-Qur’an. Maka Al-Qur’an yang semula ditulis di tulang-tulang, pelepah pohon kurma, daun kayu, dan lain sebagainya dikumpulkan dan disalin kembali oleh Zaid bin Tsabit. Hasil salinan itu disebut dengan mushaf. Mushaf tersebut diserahkan oleh Zaid bin Tsabit kepada Kalifah Abu Bakar. Oleh Abu Bakar mushaf tersebut disimpannya.[5] 
2. Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Umar bin Khattab
Setelah Abu Bakar wafat, Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah. Demikian juga halnya mushaf, yang dahulunya disimpan oleh Abu Bakar, setelah Umar menjadi khalifah maka mushaf itu disimpan oleh Umar. Pada masa Umar ini tidak sibuk membicarakan Al-Qur’an,tapi lebih difokuskan pada pembangunan ajaran Islam dan wilayah kekeuasaan Islam. Jadi, pada masa ini dapat dikatakan bahwa Al-Qur’an tidak ditulis lagi, tapi ajaran Al-Qut’an yang lebih dikedepankan. Oleh karena itu,setiap ada masalah Umar selalu mengajak kembali kepad aAl-Qur’an,dengan maksud memperhatikan secara lebih teliti pesan apa yang yang dibawa Al-Qur’an tersebut. Maka rasio manusia mulai berkembang pada masa ini. Al-Qur’an tidak dipahami secara tekstual saja, tapi lebih jauh lagi dipahami secara kontekstual.[6]
3. Pemeliharaan pada masa Usman bin Affan
Pada masa pemerintahan Usman, wilayah Negara Islam telah meluas sampai ke Tripoli Barat, Armenia dan Azarbaijan. Pada waktu itu Islam sudah masuk wilayah Afrika, Syiriah dan Persia. Para hafidz pun tersebar, sehingga menimbulkan persoalan baru, yaitu silang pendapat mengenai qiraat Al-Qur’an. Ketika penyerbuan Armenia dan Azerbaijan dari penduduk Irak, termasuk Hudzaifah bin Al- Yaman. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an. Sebagian bacaan itu bercapur dengan ketidakfasihan, masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaanya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan puncaknya mereka saling mengafirkan. Melihat kenyataan itu, Hudzaifah segera menghadap Utsman dan melaporkan kepadanya apa yang telah di lihatnya Usman segara mengundang para sahabat bermusyawarah mencari jalan keluar dari masalah serius tersebut. Akhirnya dicapai suatu kesepakatan agar Mushaf Abu Bakar disalin kembali menjadi beberapa mushaf untuk dijadikan rujukan apabila terjadi perselisihan tentang cara membaca Al-Qur’an.
Untuk terlaksananya tugas tersebut Usman menunjuk satu tim yang terdiri dari empat orang sahabat, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash dan Abdul Rahman bin Haris bin Hisyam. Hasil kerja tersebut berwujud empat mushaf Al-Qur’an standar. Tiga diantaranya dikirm ke Syam, Kufah dan Basrah, dan satu mushaf ditinggalakan di Madinah untuk pegangan khalifah yang kemudian dikenal dengan al-Mushaf al-Imam. Agar persoalan silang pendapat mengenai bacaan dapat diselesaikan dengan tuntas maka usman memerintahkan semua mushaf yang berbeda dengan hasil kerja panitia yang empat ini untuk dibakar. Dengan usahanya itu usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan mengikis sumber perselisihan serta menjaga Qur’an dari perubahan dan penyimpangan sepanjang zaman. mushaf yang ditulis dimasa usman inilah yang kemudian menjadi rujukan sampai sekarang.[7] 
d. Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Tabi’in sampai dengan sekarang
Kemutawatiran al-Qur’an (keberuntunan) al-Qur’an itu terjadi dari generasi ke generasi. Nabi menghafal dan membacakan al-Qur’an dihadapan Jibril, kemudian para sahabat ra. Menghafal al-Qur’an sebagaimana yang mereka terima dari Nabi SAW. Pemeliharaan al-Qur’an selanjutnya dilakukan para tabi’in. Para tabi’in mempunyai semangat yang kuat untuk menghafal dan menerima al-Qur’an secara langsung dari para sahabat, meskipun pada masa sahabat al-Qur’an telah ditulis. Hal ini terjadi pada setiap generasi setelah zaman sahabat dan tabi’in. Ini bukti nyata firman Allah:
 إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ 
 “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”(QS. Al-Hijr: 9) 
Kemutawatiran itu telah menjadikan al-Qur’an yang qath’I (pasti). Sementara itu setiap sanad mutawatir (berjalan secara beruntun) sehingga tidak mungkin diragukan lagi keabsahannya. Pemeliharaan Al-Qur’an di Masa Sekarang Meskipun Al-Qur’an telah dibukukan pada masa Usman bin Affan dan semua umat islam menyakini bahwa di dalamnya tidak ada perubahan dari apa yang telah diturunkan kepada Rasulullah SAW pada 14 abad yang lalu. 

 PENUTUP 
 Simpulan 
Dari segi bahasa, perkataan ‘Nuzul’ berarti menetap di satu tempat atau turun dari tempat yang tinggi. Kata perbuatannya ‘nazala’ membawa maksud ‘dia telah turun’ atau ‘dia menjadi tetamu’. Pengertian Nuzulul Qur’an adalah ”Peristiwa diturunkannya wahyu Allah SWT (AL-Qur’an) kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril as secara bertahap”.
Pemeliharaan Al-Qur’an adalah proses pengumpulan, penulisan dan pembukuan serta perawatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga menjadi sebuah kitab seperti yang kita baca sekarang. pada dasarnya istilah-istilah yang digunakan mempunyai maksud yang sama, yaitu proses pemeliharaan Al-Qur’an yang dimulai pada turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad saw., kemudian disampaikan kepada para sahabat untuk dihafal dan ditulis sampai dihimpunnya catatan-catatan tersebut dalam satu mushaf yang utuh dan tersusun secara tertib.
Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW. dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu : 
 1. Pemeliharaan Al-Qur’an dalam dada. Pemeliharaan Al-Qur’an dalam dada sering juga disebut pengumpulan Al-Qur’an dalam arti hifzuhu atau menghafalnya dalam hati. kondisi masyarakat arab yang hidup pada masa turunnya Al-Qur’an adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis karena itu satu-satunya andalan mereka adalah hafalan, mereka juga dikenal sebagai masyarakat yang sederhana dan bersahaja. Kesederhanaan ini yang membuat mereka memiliki waktu luang yang cukup yang digunakan unrtuk menambah ketajaman pikiran dan hafalan. 
2. Pemeliharaan Al-Qur’an dengan tulisan.
Walaupun Nabi Muhammad SAW., dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Qur’an secara keseluruhan, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu Ilahi beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan.
Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun Nabi Muhammad SAW., memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis. Rasulullah mengangkat beberapa orang penulis (kuttab) wahyu seperti Ali, Muawiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Ayat-ayat Al-Qur’an mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang.
Sebagian sahabat ada juga sahabat yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi. 
1. Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
Tragedi berdarah di peperangan Yamamah yang menggugurkan 70 orang sahabat yang hafidz Qur’an dicermati secara kritis oleh Umar bin Khattab, sehingga muncullah ide brilian dari beliau dengan mengusulkan kepada Abu Bakar agar segera mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an yang pernah ditulis pada masa Rasulullah SAW.
2. Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Umar bin Khattab pada masa ini dapat dikatakan bahwa Al-Qur’an tidak ditulis lagi, tapi ajaran Al-Qut’an yang lebih dikedepankan. Oleh karena itu,setiap ada masalah Umar selalu mengajak kembali kepad Al-Qur’an,dengan maksud memperhatikan secara lebih teliti pesan apa yang yang dibawa Al-Qur’an tersebut.
3. Pemeliharaan Al-Qur’an Pada masa Usman bin Affan
Wilayah Negara Islam telah meluas sampai ke Tripoli Barat, Armenia dan Azarbaijan. Pada waktu itu Islam sudah masuk wilayah Afrika, Syiriah dan Persia. Para hafidz pun tersebar, sehingga menimbulkan persoalan baru, yaitu silang pendapat mengenai qiraat Al-Qur’an.
4. Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Tabi’in sampai dengan sekarang 
Mempunyai semangat yang kuat untuk menghafal dan menerima al-Qur’an secara langsung dari para sahabat, meskipun pada masa sahabat al-Qur’an telah ditulis. Hal ini terjadi pada setiap generasi setelah zaman sahabat dan tabi’in. Masa sekarang senantiasa memelihara dan menjaga keotentikan al-Qur’an dengan cara berusaha menghafal, mempelajari dan mengkaji Al-Qur’an, serta memahami makna yang sebenarnya berdasarkan kaidah tafsir, sehingga setiap perubahan isi Al-Qur’an serta adanya upaya untuk menafsirkan tidak sesuai dengan makna yang sebenarnya dapat diketahui. Dengan mengetahui secara mendalam tentang pengumpulan al-Qur’an, serta memeliharanya dengan menghafal dan memahami maknanya, maka kita akan menjadikannya pedoman yang diyakini kebenarannya karena sebuah kitab suci harus dipertanggung jawabkan keotentikannya sehingga tetap bisa dianggap sebagai kitab suci dan untuk membuktikan keotentikan sebuah kitab suci salah satu caranya adalah dengan mengetahui sejarah turun ataupun cara pengumpulannya serta untuk mengetahui sampai dimana usaha para sahabat setelah Rasululllah saw. wafat, dalam memelihara dan melestarkan Al-Qur’an.
Saran
Setelah membaca dan mengerti tentang isi makalah ini kami menyarangkan agar dapat diaplikasikan dilingkungan masyarakat dengan baik dan dan benar, dan dengan makalah ini semoga dapat menjadi motivasi agar dapat menimbulkan pemikiran-pemikiran yang lebih baik lagi. 
DAFTAR PUSTAKA
Al Qaththan Syaikh Manna’, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,2006).
Kholis Nur, Pengantar Studi Al-Qur’an Dan Al-Hadits,(Yogyakarta: Penerbit Teras, 2008).
Anwar, Abu, Ulumul Qur’an, Pekanbaru:Amzah, 2002
Yusuf, Kadar,Studi Al-Qur’an, Jakarta:Amzah, 2012
Anwar, Rosihan.Ulumul Al-Qur’an.Bandung:CV Pustaka Setia.20012
[1] Kadar M.Yusuf Studi Al-Qur’an Jakarta:Amzah, 2012, hlm16
[2] Prof.Dr. Rosihan Anwar,ulumul al-qur’an.Bandung:CV.Sustaka Setia.2012.hlm36-37
[3] Kholis Nur, Pengantar Studi Al-Qur’an Dan Al-Hadits,Yogyakarta: Penerbit Teras, 2008, hal. 75
[4] Kholis Nur, Pengantar Studi Al-Qur’an Dan Al-Hadits,Yogyakarta: Penerbit Teras, 2008,hal. 76
[5]Abu Anwar Ulumul Qur’an Pekanbaru:Amzah, 2002, hal 25
[6]Ibid, hal 26
[7]Al Qaththan Syaikh Manna’, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar ,2006, hal.162 dan 163
Studi Al-quran Nuzul Al-Quran dan Sejarah Pemeliharaan Al-Quran Studi Al-quran Nuzul Al-Quran dan Sejarah Pemeliharaan Al-Quran Reviewed by As'ad Al-Tabi'in Al-Andalasi on August 19, 2016 Rating: 5

No comments:

Komentar