Sejarah Al-Barzanji dan perkembangannya


Al-Barzanji asalnya adalah nama orang yang mengarang kitab prosa dan puisi tentang Nabi Muhammad SAW. Kitab itu sesungguhnya lebih merupakan karya sastra ketimbang karya sejarah, karena lebih menonjolkan aspek keindahan bahasa (sastra). Kitab ini ada dua macam, yang satu disusun dalam bentuk prosa dan lainnya dalam bentuk puisi. Isinya sama-sama menceritakan riwayat hidup nabi Muhammad SAW terutama peristiwa kelahirannya. Prosa dan puisi tentang riwayat Rasulullah SAW ini sering dibacakan dalam banyak munasabah (momentum) seperti maulid nabi bahkan dalam perayaan kelahiran bayi umumnya. Tentu saja kegiatan seperti ini tidak ada perintahnya dari Rasulullah SAW, bahkan juga tidak dari para shahabat dan generasi sesudahnya. Karena ketika beliau masih hidup, prosa dan puisi ini belum lagi disusun oleh Al-barzanji.
Sebagian dari umat Islam mengaku bahwa bila dibacakan prosa/puisi ini dalam sebuah munasabah, akan hadir ke tengah mereka ‘nur’ Muhammad. Tentu saja ini tidak ada dasar keterangannya. Bila kita melakukan kritik sastra secara mendalam, memang ada beberapa ungkapan yang terkesan berlebihan dan keluar dari batas syariah bahkan aqidah. Namun demikianlah gaya bahasa dalam sastra, sering terlalu hiperbola dan melebih-lebihkan. Sehingga terkadang keluar dari kontrol yang bisa diterima secara syar‘i. Namun demikian, karena ini kritik sastra, tentu ada yang mendukung dan ada pula yang tidak. Termasuk hukum membacanya dalam peringatan maulid nabi dan seterusnya.
Barangkali dari segi prinsip dan tujuan sudah cukup baik, yaitu ingin memberi penghargaan kepada Rasulullah SAW dengan cara membacakan riwayat hidupnya. Namun ritualitas yang terlanjur menjadi rutinitas ini perlu lebih diperdalam maknanya. Agar tidak terkesan sekedar pembacaan yang kosong dari makna, tetapi harus dikaji dan dianalisa secara mendalam tentang sirah nabawiyah itu sendiri. Agar kita bisa mengambil pelajaran lebih dalam dari peri kehidupan beliau SAW. Karena kebanyakan anggota masyarakat melakukannya sebagai sesuatu yang mereka warisi dari orang-orang tua mereka tanpa pernah tahu mengapa mereka harus melakukan itu. Bahkan bukan tidak mustahil bahwa mereka pun kurang memahami lafaz-lafaz yang dibacanya karena lafaz itu berbahasa arab. Padahal kajian sirah nabawi itu sendiri kurang mendapat tempat.

Barzanji merupakan kegiatan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW. Kegiatan ini dilakukan pada waktu Maulid Nabi untuk memperingati hari kelahiran Nabi dan dalam berbagai upacara yang lain.  
1. Asal-usul

Kebudayaan Melayu yang bersinggungan dengan Islam menghasilkan akulturasi budaya yang unik di antara keduanya. Beberapa tradisi yang dilakukan di tanah Arab, wilayah asal agama ini, tidak jarang juga merupakan bagian dari tradisi masyarakat Melayu. Salah satu di antaranya adalah pembacaan kitab karya Ja’far Al-Barzanj, yang kemudian biasa disebut barzanji (sebagian orang menyebut “berzanji” atau “berjanji”).
Kata “barzanji” dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai isi bacaan puji-pujian yang berisi riwayat Nabi Muhammad SAW. Jika mendengar kata “barzanji”, orang akan beranggapan bahwa awalan “ber” merupakan imbuhan. Padahal, kata “barzanji” berasal dari kata Al-Barzanj, nama belakang penulis prosa dan puisi terkenal yang mempunyai nama lengkap Ja’far Al-Barzanj.[1]
Syekh Ja’far Al-Barzanj bin Husin bin Abdul Karim lahir di Madinah tahun 1690 dan wafat tahun 1766. Al-Barzanj berasal dari sebuah daerah di Kurdistan, Barzinj. Nama asli kitab karangan yang kemudian lebih dikenal dengan nama Al-barzanji adalah ‘Iqd al-Jawahir yang berarti “kalung permata”. Kitab tersebut disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Kitab Al-Barzanji berisi tentang kehidupan Nabi Muhammad dari masa kanak-kanak hingga diangkat menjadi Rasul, silsilah keturunannya, sifat mulia yang dimilikinya, dan berbagai peristiwa yang dapat menjadi teladan umat Islam.[2]
Kitab karangan Ja’far Al-Barzanj dikenal mulai dari Maroko di belahan bumi sebelah barat hingga Papua di belahan bumi sebelah timur. Sebagai karya yang menceritakan tokoh terbesar dalam Islam, yakni Nabi Muhammad, boleh dikatakan pertunjukan pembacaan karya Ja’far Al-Barzanj ini tidak boleh dipandang sebagai pertunjukan biasa. Bahkan, pembacaan kitab Al-barzanji merupakan tradisi yang acap kali bahkan pasti dilakukan di bulan kelahiran Nabi Muhammad, yaitu Bulan Maulud menurut penanggalan Hijriah.
Sebagai pertunjukan yang didasarkan pada riwayat kehidupan Nabi, tentunya pertunjukan barzanji banyak mengandung nilai-nilai keagamaan. Pada mulanya, kitab karya Ja’far Al-Barzanj khusus dikarang dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Peringatan itu sendiri, waktu kitab tersebut ditulis, belum menjadi tradisi Islam. Baru pada tahun 1207 M, Muzaffar ad-Din di Mosul, Irak, merayakannya dan tradisi ini kemudian menyebar ke berbagai daerah termasuk hingga ke Riau.[3]
Tradisi barzanji telah dilakukan sejak Islam masuk ke Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, masuknya Islam memberi pengaruh besar pada kebudayaan Melayu. Pola perpaduan ini bukan hanya terlihat pada tradisi barzanji, namun juga tradisi Melayu yang lain, semisal tabot, burdah, ghazal, dan lain sebagainya. Tentu saja perpaduan antara budaya Islam dan Melayu berbeda-beda tergantung pada kultur awal masyarakat setempat.
Tradisi barzanji di Riau rutin dilakukan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad. Namun, tidak sebatas peringatan itu saja, tradisi barzanji juga digelar pada hari-hari besar Islam yang lain seperti Idul Fitri, Idul Adha, tahun baru Hijriah, dan lain sebagainya. Barzanji juga diselenggarakan dalam kegiatan kemasyarakatan, misalnya pada saat upacara pernikahan, memperingati kelahiran anak, dan sebagainya.
Tradisi barzanji memadukan berbagai kesenian, antara lain seni musik, seni tarik suara, dan keindahan syair kitab Al-Barzanji itu sendiri. Syair-syair dalam kitab Al-Barzanji tersebut dilantunkan dengan lagu-lagu tertentu, dan kadang diiringi alat musik rebana. Setelah pembacaan hikayat Nabi dari kitab karya Ja’far Al-Barzanj dan shalawat kepada beliau, akan dilanjutkan pembacaan syair Sinar Gemala Mestika Alam karya Raja Ali Haji.  

2. Syair Barzanji

Kitab Barzanji terdiri dari dua bagian besar, yaitu natsar dan nadhom. Natsar berupa prosa liris yang menceritakan kehidupan Nabi maupun silsilah beliau. Bagian ini terdiri dari 19 sub. Sedangkan nadhom berbentuk puisi yang ditulis dalam bentuk bait-bait. Nadhom terdiri dari 205 untaian syair. Bagian ini menyatu ke dalam 16 sub bagian.
Seperti halnya penulisan syair, Ja’far Al-Barzanj juga menggunakan berbagai idiom dan metafor sebagai ungkapan kecintaan dan kekagumannya pada Nabi Muhammad. Misalnya gambaran Ja’far Al-Barzanj mengenai Nabi Muhammad yang seperti bulan, matahari, dan ungkapan cahaya di atas cahaya pada bagian nadhom.[4]
Berikut ini contoh natsar dalam kitab Al-Barzanji yang diterjemahkan oleh Raja Haji Muhammad Sa’id sebagaimana termaktub dalam buku Seni Pertunjukan Tradisional Daerah Riau karya Amanriza & Junus.[5]
Mereka itulah penghulu yang besar-besar yang berjalan cahaya nubuwat itu pada beberapa dahi mereka itu yang elok dan zahirlah cahaya nur itu pada dahi Abdul Muthalib dan anaknya Abdullah.
Ya Allah semerbakkan oleh-Mu akan kuburnya yang mulia dengan bauan yang sangat harum daripada selawat dan salam. Hai Tuhanku selawatkan dan salam dan karuniakan berkat atasnya.
Beberapa fragmen dalam Al-Barzanji yang berupa nadhom berisi sanjungan dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad.[6] Contoh nadhom dalam kitab Al-Barzanji adalah:
Keselamatan bagimu wahai junjunganku
Keluasan bagimu wahai cahaya mataku
Engkaulah menenda Husin, Nabi pemalu
Luaslah kesejahteraan tetap bagimu
Wahai Nabi Rasul yang mulia
Wahai kekasih, Rasul utama
Rahmat selamat sejahtera sempurna
Tetaplah bagimu, Rasul semesta
Syair Sinar Gemala Mestika Alam mulai dibaca pada akhir rangkaian kegiatan barzanji. Pembacaan syair ini dimulai pada dasawarsa terakhir abad ke-19 di Kesultanan Riau-Lingga. Syair ini menceritakan kehidupan Nabi Muhammad sejak dari kandungan hingga masa kerasulannya. Berikut ini adalah penggalan Syair Gemala Mestika Alam[7].
Malam Isnain dua belas harinya
Dahulu sedikit daripada fajarnya
Masa diperanakkan oleh bundanya
Beberapa mukjzat zahir padanya
Setengah daripada irhash ikram
Menerangi cahaya tempat-tempat yang kelam
Masyrik dan magrib tempat yang balam
Teranglah cahaya sayidil anam
setengah daripada cahaya irhash ter’ala
habis tersungkur segala berhala
yang disembah oleh kafir yang cela
ibadatnya batal tiada pahala

3. Nilai-nilai

Tradisi barzanji dan pembacaan shalawat merupakan kegiatan yang sarat nilai-nilai positif. Beberapa nilai yang terkandung dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:
a. Nilai Religius
Pembacaan kitab Al-Barzanji merupakan bentuk bukti kecintaan penganut agama Islam terhadap Nabi Muhammad. Syair dan hikayat yang tertulis dalam kitab tersebut memaparkan nilai-nilai yang baik yang dapat meningkatkan kadar religiusitas seseorang. Selain itu, masyarakat juga dapat mengambil hikmah dari kehidupan Nabi Muhammad seperti yang dibacakan dalam kitab tersebut.
b. Nilai Sosial
Tradisi barzanji yang digelar pada perayaan hari besar Maulid Nabi dan dalam berbagai upacara lainnya di masyarakat, seperti perkawinan, kelahiran anak, khitanan, dan lain-lain. Kegiatan tradisi ini merupakan ruang bagi masyarakat untuk bersosialisasi antara satu dengan yang lain. Kegiatan barzanji mempertemukan mereka yang jarang bertemu, sehingga akan mempererat tali persaudaraan dan ikatan sosial dalam masyarakat.
c. Nilai Budaya
Syair-syair yang terangkum dalam kitab Barzanji, meskipun menceritakan kehidupan Nabi Muhammad, merupakan karya yang bernilai sastra tinggi. Sebagaimana yang kita ketahui, bangsa Arab mempunyai tradisi penulisan sastra yang kuat. Hal ini sejalan dengan budaya Melayu yang juga mempunyai tradisi sastra yang tidak bisa dikatakan bermutu rendah. Kedua budaya ini, budaya Arab yang dibawa agama Islam dan budaya Melayu, berpadu sehingga menghasilkan bentuk budaya baru. Perpaduan ini memperkaya kebudayaan Indonesia.

4. Perkembangan Tradisi Barjanji

Perkembangan tradisi Al Barzanji terkait erat dengan seremonial perayaan hari kelahiran (Maulid) Nabi yang juga masih menjadi kontroversi. Berdasar catatan Nico Captein, peneliti dari Universitas Leiden, Belanda dipaparkan bahwa perayaan Maulid Nabi pertama kali diselenggarakan oleh penguasa muslim Syi’ah dinasti Fatimiyah (909 - 117 M) di Mesir untuk menegaskan jika dinasti itu benar-benar keturunan Nabi. Bisa dibilang, ada nuansa politis dibalik perayaannya sehingga kurang direspon khalayak luas. Perayaan Maulid baru kembali mengemuka ketika tampuk pemerintahan Islam dipegang Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi pada 580 H/1184 M. Ia melangsungkan perayaan Maulid dengan mengadakan sayembara penulisan riwayat dan puji-pujian kepada Nabi SAW. Tujuannya adalah untuk membangkitkan semangat Jihad (perjuangan) dan Ittihad (persatuan) umat muslim terutama para tentara yang tengah bersiap menghadapi serangan lawan dalam medan pertempuran fenomenal, Perang Salib.
Dalam kompetisi ini, kitab berjudul Iqd al Jawahir (untaian permata) karya Syekh Ja`far al-Barzanji tampil sebagai pemenang. Sejak itulah Iqd al Jawahir mulai getol disosialisasikan pembacaanya ke seluruh penjuru dunia oleh salah seorang gubernur Salahudin yakni Abu Sa`id al-Kokburi, Gubernur Irbil, Irak. Di Indonesia kitab ini populer dengan sebutan nama pengarangnya Al Barzanji sebab lidah orang kita agak sulit bila harus mengucapkan sesuai lafal judul aslinya.
Al Barjanji sendiri merupakan karya tulis berupa puisi yang terbagai atas 2 bagian yaitu Natsar dan Nazhom. Bagian natsar mencakup 19 sub-bagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi ah pada tiap-tiap rima akhir. Keseluruhnya merunutkan kisah Nabi Muhammad SAW, mulai saat-saat menjelang Nabi dilahirkan hingga masa-masa tatkala beliau mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian Nazhom terdiri dari 16 subbagian berisi 205 untaian syair penghormatan, puji-pujian akan keteladanan ahlaq mulia Nabi SAW, dengan olahan rima akhir berbunyi nun.
Lalu bagaimanakah kondisi pro-kontra Al Barjanji? Pihak yang pro menganggap pembacaan Al Barzanji adalah refleksi kecintaan umat terhadap figur Nabi, pemimpin agamanya sekaligus untuk senantiasa mengingatkan kita supaya meneladani sifat-sifat luhur Nabi Muhammad SAW. Kecintaan pada Nabi berarti juga kecintaan, ketaatan kepada Allah. Adapun pihak kontra memandang Barjanji hanyalah karya sastra yang walau mungkin mengambil inspirasi dari 2 sumber hukum haq Islam yakni Al Qur’an dan hadist tetap saja imajinasi fiktif sang pengarang lebih dominan disuguhkan. Namun faktanya pembacaan Barjanji di berbagai kesempatan malah jauh disakralkan, diutamakan ketimbang pembacaan Al Quran. Belum lagi pembacaan Barjanji sering tanpa diikuti pemahaman arti syair dalam tiap baitnya.
Wajarlah bila kemudian pihak kontra menghukumi pembacaan Barjanji juga bacaan sejenis lainya semisal Diba', Burdah, Simthuddurar itu Bid’ah atau mengada-ada dalam ibadah yang justru sangat jelas dilarang agama. Sebuah hadist Nabi riwayat Bukhari Muslim menyatakan,”Barang siapa melakukan amalan tidak sebagaimana sunnahku,maka amalan itu tertolak”. Wallahu ‘alam bisshowab. Hanya Allahlah yang Maha Mengetahui.[8]


a)    Keturunan dan Kelahirannya
Nama beliau ialah Ja'afar ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Sayyid Muhammad ibn al Qutb al Arif Sayyid Rasul ibn Abdus Sayyid ibn Abdur Rasul ibn Qalandar ibn Abdus Sayyid ibn Isa ibn al Hussain ibn Bayazid ibn al Mursyid Abdul Karim ibn al Qutb al A'zam al Ghauth al Fard al Jami' Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn AbduLlah ibn Ismail al Muhaddith ibn al Imam Musa al Kazim ibn al Imam Ja'afar al Sodiq ibn al Imam Muhammad al Baqir ibn al Imam Ali Zainal Abidin al Sajjad ibn al Imam al Syahid al Husain ibn al Imam Amirul Mukminin Ali ibn Abu Talib.
b)    Tarikh Kelahiran
Pada hari Khamis awal bulan Zulhijjah 1126 Hijrah di Madinah al Munawwarah.Perkataan 'Barzanji' yang dinisbahkan kepada namanya diambil dari nama kampung asal keturunannya.
c)    Latar Belakang Pendidikannya
Beliau dibesarkan di bawah didikan dan asuhan ayahandanya. Beliau mempelajari al Quran daripada Syeikh Ismail al Yamani radiyaLlahu 'anhu. Kemudian mempelajari ilmu tajwid daripada syeikh Yusuf al Sa'idi radiyaLLahu 'anhu dan Syeikh Syams al din al Misri radiyaLlahu 'anhu. Di antara guru-gurunya di Madinah ialah :
1.    Sayyid Abdul Karim Haidar al Barzanji radiyaLlahu 'anhu
2.    Sayyid Yusuf al Kurdi radiyaLLahu 'anhu
3.    Sayyid 'AtiyyatuLlah al Hindi radiyaLlahu 'anhu
Setelah itu, beliau mendalami ilmunya dengan ulama' yang berada di Makkah dan menetap di sana selama 5 tahun. Di antara guru-gurunya di Makkah ialah :
1.    Syeikh 'AtaiLlah ibn Ahmad al Azhari
2.    Syeikh Abdul Wahhab al Tontowi al Ahmadi
3.     Syeikh Ahmad al Asybuli dan lain-lain lagi.
Oleh karena kepakarannya yang tinggi di dalam persada ilmu, beliau telah diijazahkan dengan sanad-sanad ilmu oleh masyaikh pada zamannya. Di antara guru-gurunya yang pernah menganugerahkan sanad kepadanya ialah :
1.    Syeikh Muhammad Tayyib al Fasi
2.    Sayyid Ahmad al Tobari
3.    Syeikh Muhammad ibn Hasan al 'Ujaimi
4.    Sayyid Mustafa al Bakari
5.    Syeikh Abdullah al Syubrawi al Misri
Beliau telah belajar daripada mereka pelbagai ilmu pengetahuan. Di antaranya ilmu saraf, nahu. mantiq, ma'ani, bayan, adab, fiqh, usul fiqh, faraidh, matematik, hadith, mustalah hadith, tafsir, dakwah, kejuruteraan, arudh, kalam, bahasa, sirah, qiraat, suluk, tasawwuf dan sebagainya.
Apa yang berlaku pada zaman mutakhir ini, sesetengah ahli masyarakat melemparkan tuduhan bahawa beliau bukan seorang ilmuwan Islam. Anggapan yang tidak berasas ini, menyebabkan kitab maulid karangannya yang selama ini diterimapakai di dalam Majlis Sambutan Maulid Nabi sallaLlahu 'alaihi wasallam di kebanyakan negara Islam dituduh mengandungi banyak perkara khurafat dan bertentangan dengan Al Quran dan Hadith.
Oleh kerana itu, untuk meneutralkan tanggapan negatif ini, adalah wajar diketengahkan sanad beliau yang menghubungkan ilmunya dengan dua buah kitab hadith yang muktabar; al Bukhari dan Muslim sehingga kepada Rasulullah Saw bagi membuka mata dan meyakinkan kita bah wa pengarang Kitab Maulid Barzanji yang kita baca selama ini bukanlah calang-calang ulama.
1.    Sanad Jami' Al Sahih Imam Bukhari
1.    Sayyid Ja'far al Barzanji belajar daripada,
2.    Syeikh Muhammad Tayyib al Fasi, belajar daripada
3.    Syeikh Ibrahim al Dir'i, belajar daripada,
4.    Syeikhah Fatimah binti SyukriLLah al Uthmaniyyah, bonda nendanya Sayyid Muhammad ibn Abdur Rasul, belajar daripada,
5.    Al Syams Muhammad ibn Ahmad al Ramli, belajar daripada,
6.    Syeikh al Islam al Qadhi Zakaria ibn Muhammad al Ansari, belajar daripada,
7.    Al Hafiz Ahmad ibn Ali ibn Hajar al Asqalani, belajar daripada,
8.    Syeikh Ibrahim ibn Ahmad al Tanukhi, belajar daripada,
9.    Syeikh Abi al Abbas Ahmad ibn Abi Talib al Hajjar al Dimasyqi, belajar daripada,
10.  Al Siraj al Husain al Mubarak al Zaibidi, belajar daripada,
11.  Abdil awwal ibn Isa al Harawi, belajar daripada,
12.  Abdir Rahman ibn Muzaffar al Dawudi, belajar daripada,
13.  Abi Muhammad AbduLLah ibn Hamawih al Sarkhasi, belajar daripada,
14.  Syeikh Abdi AbdiLlah Muhammad ibn Yusuf ibn Matar al Farabri, belajar daripada,
15.  Pengumpulnya, Amirul Mukminin al Imam al Hafiz al Hujjah Abu AbdiLLah Muhammad ibn Ismail al Bukhari.
2.        Sanad Sohih Muslim
1.    Sayyid Ja'far al Barzanji, belajar daripada,
2.    Syeikh AbduLlah al Syubrawi al Misri, daripada,
3.    Syeikh Muhammad Zurqani ibn Abdul Baqi al Maliki al Azhari, daripada,
4.    Al Hafiz Muhammad ibn 'Ala' al Babili, daripada,
5.    Syeikh Abi al Naja Salim ibn Muhammad al Sanhuri, daripada,
6.    Al Najm Muhammad ibn Ahmad al Ghaiti, daripada,
7.    Syeikh al Islam Zakaria ibn Muhammad al Ansari, daripada,
8.    Abi al Nu'aim Ridhwan ibn Muhammad, daripada,
9.    Syeikh Abi Tahir Muhammad ibn Muhammad, daripada,
10.     Abi al Faraj Abdur Rahman ibn Abdul Hamid al Maqdisi, daripada,
11.     Syeikh Abi al Abbas Ahmad ibn Abdud Daim al Nablusi, daripada,
12.     Syeikh Muhammad ibn Ali al Harani, daripada,
13.     Faqih al Haram Muhammad ibn al Fadhl al Farawi, daripada,
14.     Syeikh Abi al Husain Abdul Ghafir ibn Muhammad al Farisi, daripada,
15.     Abi Ahmad Muhammad ibn Isa al Jaludi, daripada,
16.     Syeikh Abi Ishaq Ibrahim ibn Muhammad ibn Sufyan al Zahid, daripada,
17.     Pengumpulnya al Imam al Hujjah Muslim ibn al Hajjaj al Qusyairi al Naisaburi.
Kepakarannya di dalam bidang keilmuwan telah menarik ramai orang datang menemuinya untuk mempelajari ilmu. Beliau mengikuti dan menyelami jalan ahli tasawwuf dan meninggalkan kerehatan dan tidur lebih dari 20 tahun sehingga beliau mempunyai kemahiran di dalam ilmu naqli (berasaskan al Quran dan Sunnah) dan aqli. Beliau pernah mengambil tariqat daripada Sayyid 'AtiyatuLlah al Hindi dan Sayyid Mustafa al Bakari.
Beliau telah mengarang banyak kitab yang menakjubkan dan bermanfaat. Di antaranya ialah kitab Maulid Nabi sallaLLahu 'alaihi wasallam yang tidak pernah ditulis oleh pengarang sebelumnya yang dinamakan dengan 'Iqd al Jauhar fi Maulid al Nabi al Azhar sallallahu 'alaihi wasallam.
d)   Hubungan Sosial
Beliau juga mempunyai kredibiliti yang tinggi dalam masyarakat sehingga dilantik sebagai Mufti Mazhab Syafie radiyaLLahu 'anhu di al Madinah al Munawwarah. Beliau memegang jawatan tersebut sehingga kewafatannya dan dianugerahkan dengan kebesaran yang tinggi sehingga kata-katanya diperkenankan dan dilaksanakan oleh raja-raja dan pemerintah-pemerintah di Haramain (Makkah dan Madinah), Mesir, Syam, Rom dan sebagainya.
Kata-katanya juga diterima pakai oleh Jemaah Menteri Kerajaan Uthmaniyyah dan pembesar-pembesar negara tersebut. Suaranya tersebar seperti burung yang berterbangan di seluruh pelusuk dunia hingga hampir tiada sesiapa yang tidak mengenalinya. Karyanya tersebar luas dan kelebihan kitabnya tiada tolok bandingnya pada zamannya.
e) Akhlaknya
Beliau mempunyai akhlak yang mulia, bersifat tawadhu', hati yang bersih, cepat memaafkan orang lain dan tidak mengabaikan hak orang lain. Beliau merupakan keturunan dari keluarga RasuluLlah sallaLlahu 'alaihi wasallam dan di kalangan ketua yang menjadi tempat rujukan keturunan Baginda sallaLlahu 'alaihi wasallam pada zamannya. Beliau juga merupakan seorang yang zuhud, wara', berpegang dengan al Quran dan Sunnah, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mengorbankan harta dan jiwa untuk melakukan kebaikan serta banyak bersedekah sehingga dikenali sebagai seorang dermawan.
Beliau juga mempunyai karamah yang dizahirkan oleh ALlah subahanahu wa Ta'ala. Di antaranya, beliau pernah dipanggil dari tempat solatnya pada Hari Jumaat menaiki mimbar RasuluLlah sallaLlahu 'alaihi wasallam. Pada masa tersebut, sedang berlaku kemarau yang panjang. Maka orang bertawassul dengannya supaya diturunkan hujan. Dengan kehendak Allah subahanahu wa Ta'ala, maka hujan pun turun dengan lebatnya dan tanah yang kering kontang menjadi subur. Ramai di kalangan ulama' yang memujinya sebagaimana yang dirakamkan di dalam syair gubahan mereka. Di antaranya :

سقى الفاروق بالعباس قدما

    و نحن بجعفر غيثا سقينا
    فذاك وسيلة لهم وهذا
    وسيلنا إمام العارفينا
 "Dahulu sayyiduna Umar Radiyallahu 'anhu pernah bertawassul meminta hujan dengan Sayyiduna al Abbas radiyallahu 'anhu, dan kini kami bertawassul dengan Ja'far radiyallahu 'anhu, maka diturunkan hujan kepada kami"
            Khalifah Umar ibn al Khattab radiyallahu 'anhu sepertimana yang diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim daripada Anas radiyaLlahu 'anhu pernah bertawassul dengan bapa saudara Nabi sallaLlahu 'alaihi wasallam, iaitu Abbas ibn Abdul Muttalib ketika berlaku musim kemarau. Umar Radiyallahu 'anhu berdoa :
اللهم إنا كنا إذا قحطنا توسلنا إليك بنبينا فتسقنا وإنا نتوسل إليك بعم نبينا محمد صلى الله عليه وسلم فاسقنا, قال : فيسقون
Ya Allah! Sesungguhnya apabila kami menghadapi kemarau, kami bertawassul kepadaEngkau dengan Nabi kami (Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam) maka Engkau menurunkan hujan kepada kami. Dan sekarang ini, kami bertawassul kepada Engkau dengan bapa saudara Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam, maka turunkanlah hujan kepada kami." Anas radiyaLlahu 'anhu menyebut, "Maka hujan pun diturunkan ke atas mereka."
f)       Kewafatannya
Beliau wafat pada Hari Selasa selepas Asar 4 Sya'ban 1177 Hijrah.[9]


1. Pendapat Yang Mendukung

Sultan Salahudin al Ayyubi yang meresmikan Syair Barzanji untuk memacu semangat tentara Muslim dalam perang salib. Seorang gubernur dynasty Fahtimiyah di Palestina, Salahudin Al Ayyubi , yang memohon kepada dinasti Abbasiyah , dynasti Islam di tanah Bangsa Arya (Arab , Turki ,Eropa Timur dan Asia Tengah, Iran) , dan pelayan dua kota suci Mecca dan Madinah, untuk menyebarkan luaskan syair Iqa Al Jawahir pada jamaah haji yang datang dari seluruh penjuru dunia. Maka mulai saat itu peringatan Maulud Nabi dengan pembacaan Iqa al Jawahir dimulai yang kemudian di kenal dengan Barzanji.
Begitu dahsyatnya pengaruh Barzanji ini pada Salahudin al Ayyubi, sehingga beliau menggunakan syair ini untuk memompa semangat rakyatnya dalam perang salib.
Begitu hebatnya pengaruh Barzanji dalam zaman modern  sehingga Ulama Besar Banten  Nawawi , menulis khusus tentang Syarah ( analisis ) tentang Barzanji.  Tulisan ini seperti  tafsir Al Qur’an telah  menjadi rujukan di Universitas Al Azhar dan universitas lainnya. Demikian juga penyair dan dramawan besar  Burung Merak Indonesia , W.S. Rendra, terpesona oleh keindahan Barzanji , sehingga mementaskan   drama tari Barzanji  yang sangat terkenal tahun 70 an.
Begitu lengkap nya catatan tentang nabi Muhammad SAW dalam barjanji sampai sampai seorang ahli sejarah modern Amerika Samuel Jacobson, seorang  raksasa sejarah menulis dalam bukunya the Venture of Islam….dokumentasi nabi Muhammada yang tersebar dikalangan ummat Islam sangat terperinci……dan dapat dijadikan dasar penulisan ilmiah.

2. Pendapat Yang Menentang

Menurut ulama’ muda Tidak ada secuil hadist pun yang memerintahkan Maulid Nabi. Itu bid’ah, sedangkan menurut ulama’ yang lain tidak menyebutnya bid’ah tapi itu adalah budaya bukan agama dan adapun membaca sholawat dengan dikeraskan adalah bid’ah yang tidak diperintah oleh rosulullah dan tidak pernah beliau kerjakan sekalipun dimasa hidupnya.[10] 
Rasul Dahari didalam buku yang berjudul  Cercaan Terhadap Barzanji Dan Maulid Nabi S.A.W, ini mencerca amalan bacaan Barzanji sebagai mungkar. Begitu juga amalan maulid Nabi juga sebagai amalan mungkar. Juga terdapat satu topik yang membicarakan emak bapa Nabi sebagai kafir dan tidak islam.Sedangkan para ulama telah menganggap ibu bapa Nabi adalah dari ahli fatrah. Juga tidak kurang cercaannya terhadap isu Nur Muhammad, sedangkan persoalan ini adalah bersifat khilafiyyah. Beliau juga mendakwa didalam barzanji terdapat ucapan-ucapan yang katanya sebagai mempertuhankan Nabi. Sedangkan Barzanji ini adalah merupakan karangan Sheikh Ja’far al-Barzanji, Mufti Shafei di Madinah al-Munawwarah.
Begitu pula menurut abu bakar ibnu ‘Arabi sangat keras menentang hal ini, bahkan sering membodoh-bodohkan orang yang melakukannya.
Wahai hamba Alloh, menambahkan dari yang diajarkan rosulullah adalah bid’ah yang tidak akan mendekatkan kalian kepada Alloh,kepada rahmat dan ridho-Nya, karena menyembah kepada Alloh haruslah dengan yang disyariatkan bukan dengan amalan yang di ada-adakan dan bid’ah.
Wahai hamba Alloh, apakah kalian menganggap bahwa sholawat dan salam yang dikarang oleh syaikh-syaikh itu lebih utama daripada yang diajarkan oleh rosulullah yang ma’sum itu?mungkin kalian sependapat dengan syaikh-syaikh itu. Jika tidak, mengapa kalian tidak bersholawat kepada nabi berdasarkan riwayat dalam kitab shahih dan sunan yang ada, bahkan tidak memahaminya? Apakah kalian lebih mengistimewakan syaikh kalian daripada nabi kalian (padahal, kalau musa masih hidup maka tidak ada pilihan untuk mengikutinya). Kata musa:”kalau saja turun seorang wali,lalu kalian mengikutinya dan meninggalkan nabi,maka kalian tersesat”.
Wahai hamba Alloh, ketahuilah, jika kalian menghafal satu lafaz shalawat dari yang ada dalam kitab shahih atau kitab sunan, lalu kalian mengamalkannya sepanjang hidupmu,dan tidak lagi perlu terhadap karangan manusia, pasti Alloh akan memberi pahala yang besar dan hal ini adalah sesuatu yang pasti. Kalau kalian berpaling dari shalawat-shalawat ciptaan manusia, bahkan membakar kitab ad-dala’il dan semua kitab kumpulan sholawat lalu membuangnya ke laut,kalian tidak akan terkena hukuman sedikitpun. Apakah Alloh akan menghukum orang yang mengamalkan sunnah dan meninggalkan bid’ah? Demi Alloh,pasti tidak.[11]  

KESIMPULAN

Tradisi barzanji merupakan tradisi Melayu yang berlangsung hingga kini. Tradisi terus mengalami perkembangan dengan berbagai inovasi yang ada. Misalnya penggunaan alat musik modern untuk mengiringi lantunan barzanji dan shalawat. Barzanji menghubungkan praktik tradisi Islam masa kini dengan tradisi Islam di masa lalu. Selain itu, melalui barzanji masyarakat Melayu Islam dapat mengambil pelajaran dari kehidupan.
Adapun terdapat perbedaan pendapat itu pada intinya tentang cara bersholawat dan kecintaan terhadap nabi yang tergantung caranya dan sesungguhnya pada hakekatnya, ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yg diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul saw yg sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan risalah pada ummat yg dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yg mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini merupakan hal yg mustahab (yg dicintai).

DAFTAR PUSTAKA

Asy-Syakiry,Muhammad Abdussalam Khadr.2006. Bid’ah-Bid’ah Yang Dianggap Sunnah. Jakarta: Qisthi Press
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ediruslan Pe Amanriza dan Hasan Junus, 1993. Seni Pertunjukan Daerah Riau. Pekanbaru: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Riau.
Ipmaba.2009. Tentang Syair Al-Barzanji. [Online] http://ipmaba.wordpress.com [Diunduh pada 17 Februari 2011].
Muhamad Thohiron, 2007. Indahnya Syair-syair Al-Barzanji [Online] http://kubah-senapelan.blogspot.com [Diunduh pada 17 Februari 2011].
Raja Ali Haji, 1894. Syair Sinar Gemala Mestika Alam. [Online] http://www.rajaalihaji.com [Diunduh pada 17 Februari 2011].
Haji Muhammad Fuad Kamaluddin al Maliki. 2008. Al Bayan 8,Sekretariat Menangani Isu-isu Akidah Dan Syariah . Malaysia: Majlis Agama Islam Negeri Johor
Sang Petualang. 2010. Mengupas Tradisi Pembacaan Berjanji [online] http://www.Majelisrasulullah.org/


[1] Departemen Pendidikan Nasional,2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2] Muhamad Thohiron, 2007. “Indahnya Syair-syair Al-Barzanji”http://kubah.senapelan blogspot.com
[3] Ediruslan Pe Amanriza dan Hasan Junus, 1993,hal :19
[4] Ipmaba, 2009. “Tentang Syair Al-Barzanji”. [Online] http://ipmaba.wordpress.com
[5] Ediruslan Pe Amanriza dan Hasan Junus, 1993,hal :22
[6] Ibid.hal.29
[7] www.RajaAliHaji.com
[8]Sang Petualang, Mengupas tradisi pembacaan berjanji.2010.(online)
[9] Haji Muhammad Fuad Kamaluddin al Maliki, 2008.
[10] Asy-syaqiry,muhammad abdussalam khadr,2006,hal.254
[11] Ibid,hal.268-269
Sejarah Al-Barzanji dan perkembangannya Sejarah Al-Barzanji dan perkembangannya Reviewed by As'ad Al-Tabi'in Al-Andalasi on December 27, 2014 Rating: 5

4 comments:

  1. mohon maaf artikelnya di cek lagi lebih teliti.masa hidup salahuddin abad 6 H.sedangkan al Barjanzi abad 17 H. ketemunya dimana Mas..?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang saya tahu pembacaan albarzanji untuk memompa semangat para pejuang islam yakni d perang salib terakhir terjadi pada abad 12

      Delete
  2. Betul, ini albarzanji bagaimana bisa hidup di zaman yang berbeda??? Mohon dicek lagi tahunnya.

    ReplyDelete
  3. 1.Laukana Khairan lasabakuna
    ilaih.
    2.Setiap amalan yang disandarkan ke dalam agama/ibadah yang tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad,maka tertolak ( muttafaqun alaih).terus buat apa Barzanji dilakukan dalam setiap momentum..? Menganggap Nabi Muhammad masih tidak lengkap metode dakwahnya. Akan ditanya oleh Allah di hari kemudian yang melakukannya.

    ReplyDelete

Komentar